Syaikh Utsaimin ditanya,”Apa hukumnya jika seorang ma’mum membawa mushaf ketika shalat tarawih bersama imam dengan alasan mengikuti bacaan imam?”
Syaikh menjawab,”Mengikuti bacaan imam dengan membaca mushaf, berarti si makmum membawa mushaf untuk menyimak bacaan imam. Hal ini (dibolehkan) jika memang dibutuhkan, misalnya jika sang imam lemah hafalannya lalu iapun berkata kepada salah seorang jemaah shalat,”Peganglah mushaf, jika aku salah membaca Al-Qur’an benarkanlah bacaanku!”, maka yang seperti ini tidak apa-apa karena memang dibutuhkan.
Namun jika tidak demikian keadaannya, maka saya tidak memandang (bolehnya) membawa mushaf bagi makmum untuk mengikuti bacaan imam, karena akan terluput darinya perkara-perkara yang seharusnya dilakukan (oleh seorang ma’mum) dan dia akan terjatuh pada perkara-perakara yang tidak diharapkan. Dia akan meninggalkan memandang pada tempat sujud (karena harus memperhatikan mushaf -pent), demikian juga dia tidak meletakkan kedua tangan di atas dada –dan ini termasuk sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan dia akan terjerumus ke dalam perkara-perkara yang tidak dianjurkan, seperti gerakan-gerakan dalam memegang mushaf, membuka dan menutup serta meletakkannya, semua ini adalah gerakan-gerakan yang tidak perlu.
Padahal para ulama berpendapat bahwa gerakan yang tidak perlu dalam shalat adalah makruh (dibenci) karena menghilangkan sempurnanya kekhusyu’an. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa gerakan pandangan mata membatalkan shalat karena mata akan mengikuti bacaan imam dengan memandang baris pertama hingga baris yang terakhir dalam mushaf, demikian juga dari baris pertama di lembaran kedua hingga baris yang terakhir dan demikian seterusnya. Padahal di dalam mushaf terdapat banyak sekali huruf-huruf dan kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan banyak gerakan mata, dan hal ini bisa membatalkan shalat.
Maka nasehat saya bagi saudara-saudaraku untuk meninggalkan hal seperti ini dan hendaknya mereka membiasakan diri mereka untuk bisa khusyu’ dalam shalat tanpa harus memandang mushaf.” (Majmu’ fatawa 14/233).
0 komentar:
Posting Komentar